CIAMIS, iNewsCiamisRaya.id - Belasan kru dan pengusaha angkutan kota (angkot) 05 (trayek Sadananya-Terminal Ciamis) datangi Kantor DPC Organda Ciamis, Selasa (5/12) siang.
Mereka mengeluhkan keberadaan mobil odong-odong yang membuat eksistensi angkot sebagai moda angkutan umum semakin terdesak.
“Odong-odong sering dapat borongan (carteran) baik untuk hajatan maupun piknik. Kami dari angkot sering tidak kebagian,” keluh Asep, juru bicara Angkot 05, saat diterima oleh Sekretaris DPC Organda Ciamis, R Ekky Bratakusumah di DPC Organda Ciamis, Selasa (5/12) siang.
Hal yang menjadi keluhan kru angkot 05 menurut Asep banyaknya odong-odong luar daerah yang masuk ke Sadananya.
“Hari ini ada 5, kemarin 3. Mereka dapat borongan penumpang, kami armada angkot hanya gigit jari," imbuhnya.
Menurut Asep, sewajarnya lah kalau jumlah odong-odongnya tidak cukup, jangan datangkan odong-odong dari luar. Kan ada angkot yang juga bisa diborong (carter). Tak perlu mendatangkan odong-odong dari daerah lain, seperti dari Baregbeg, atau Cijeungjing.
Belasan kru armada Angkot 05 tersebut berada di Kantor DPC Organda Ciamis sekitar 1 jam lebih mulai pukul 10.30 WIB sembari membawa mobil angkot. Mereka menyampaikan unek-unek, terutama keberadaan angkot sebagai angkutan umum yang tersaingi oleh odong-odong. Odong-odong yang semakin sering mendapat carteran rombongan penumpang.
Sekretaris DPC Organda Ciamis, R Ekky Bratakusumah kepada iNewsCiamisRaya.id usai menerima rombongan sekitar 17 orang kru dan pengusaha angkot 05 Selasa (5/12) siang tersebut menyebutkan bahwa pihaknya akan segera menindak lanjuti aspirasi dari belasan kru angkot 05 tersebut.
“Sebenarnya kami akan menindak lanjutinya untuk langsung ke Dishub hari ini. Tapi setelah berkomunikasi ternyata Dishub bisa menerima kami hari Kamis (7/12). Selain juga soal odong-odong ini kami sudah saran kru angkot untuk menyampaikan aspirasi ke DPRD (Ciamis),” ujar R Ekky Bratakusumah.
DPC Organda Ciamis menurut Ekky mendesak Pemkab Ciamis bersikap tegas tentang odong-odong ini.
“Mau dilarang atau dilegalkan. Pemkab Ciamis harus bersikap tegas. Saat ini ada sekitar 50 odong-odong di Ciamis. Belum yang datang dari luar daerah seperti dari Tasikmalaya,” katanya.
Bila Pemkab Ciamis melegalkan odong-odong yang diperbolehkan untuk mengangkut penumpang menurut Ekky, Organda Ciamis tetap akan menolak keberadaan odong-odong.
Sesuai dengan ketentun UU No 22 tahun 2009, odong-odong bukanlah angkutan umum yang diperbolehkan membawa penumpang seperti angkot.
Angkot sebagai angkutan umum resmi harus memenuhi berbagai persyaratan seperti berbadan hukum, berasuransi, lulus uji KIR, punya izin trayek, pengemudinya menggunakan SIM umum.
“Apakah ketentuan tersebut juga berlaku untuk odong-odong. Kalau tidak, berarti keberadaan odong-odong telah melanggar ketentuan UU No 22 tahun 2009 tentang angkutan umum,” tambah Ekky.
Banyak hal saat ini menurut Ekky yang perlu dibenahi. Tidak hanya odong-odong tetapi juga travel gelap yang keberadaannya nyata-nyata mengancam eksistensi angkutan umum resmi.
Editor : Asep Juhariyono