Unit marsose juga dinilai berperan dalam memadamkan perlawanan Pasukan Sultan Muhammad Seman saat Perang Banjar. Pasukan marsose di bawah pimpinan Hans Christoffel ini bisa menduduki Benteng Manawing pada Januari 1905.
Dalam pertempuran yang tidak seimbang ini Sultan Muhammad Seman tidak dapat bertahan. Sultan Banjar ini tertembak dan gugur sebagai kusuma bangsa.
Sementara salah satu marsose pribumi yang cukup diakui adalah WC Ferdinandus dari Haruku, Saparua yang berhasil mengalahkan pasukan Maria Langa pimpinan pejuang di NTB pada awal tahun 1900 an.
Selain itu ada nama Robert Talumewo, Simon Leiwakabessy, Stephanus Melfibossert Anthony dan Redjakrama yang berdarah Jawa. Atas keberanian marsose pribumi ini pemerintah Kolonial Hindia Belanda memberikan Bintang Jasa Militaire Willemsorde kelas IV.
Akhirnya pada tahun 1930 pasukan Marsose di Indonesia resmi dibubarkan. Setelah bubar tak diketahui jelas kemana saja para pasukan ini menyebar. Tapi, yang pasti mereka benar-benar telah memberikan sejarah kelam dalam dunia militer di Nusantara.
Cerita mengenai marsose juga mulai redup sejak kedatangan tentara Dai Nippon di Indonesia. Kemudian tradisi pasukan khusus Belanda di Indonesia dihidupkan kembali oleh putra Letkol WBJA Scheepens yakni Kapten WJ Scheepens ketika tentara Belanda mendarat pada tahun 1945.
Kapten Scheepens mengembangkan gagasannya untuk membentuk Pasukan Khusus (Speciale Troepens) sehingga pimpinan KNIL menyetujuinya dengan mendirikan Depot Speciale Troepens (DST) pada 15 Juli 1946. Pasukan DST yang berciri khas berbaret hijau ini dikomandoi oleh Kapten WJ Scheepens personilnya juga direkrut dari berbagai suku dan bangsa.
Pasukan ini diberi pelatihan strategi dan taktik pasukan komando di berbagai tempat mulai dari Polonia, Kalibata hingga akhirnya di Batujajar, Bandung. Lalu pada 20 Juli 1946 Komandan DST diserahterimakan kepada Westerling.
Sekarang tempat latihan pasukan DST di Batujajar digunakan untuk melatih anggota Kopassus, pasukan elite TNI AD. Batujajar, Jawa Barat digunakan untuk mengambil spesialisasi Para dan Komando bagi para anggota Kopassus. Selain DST terdapat juga pasukan payung Belanda yang bertugas di Indonesia.
Pasukan ini memiliki ciri khas berbaret merah yang mengadopsi pasukan khusus dari Inggris. Kemudian Kepala Staf KNIL di Indonesia Jenderal Simon Spoor menggabungkan DST dengan pasukan payung berbaret merah Belanda. Spoor menggabungkan konsep komando dan para bagi pasukan ini dengan nama Korps Speciale Troepen (KST).
Pada 1 Mei 1947 Jenderal Spoor melantik pasukan gabungan ini. Salah satu anggotanya adalah Rokus Bernadus Visser atau Muhammad Idjon Janbi yang kemudian menjadi pelatih sekaligus komandan pasukan khusus TNI AD yang merupakan cikal bakal Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com dengan judul " Kisah Marsose, Pasukan Khusus Belanda Beranggotakan Pribumi yang Terkenal Kejam dan Sadis "
Editor : Asep Juhariyono