Sikap Antikorupsi Peserta "Remaja Bernegara" bikin Jurnalis Terkesan

JAKARTA, iNewsCiamisRaya.id - Tidak hanya dari para akademisi. Kegiatan program "Remaja Bernegara" yang diluncurkan Partai Nasdem juga mendapat apresiasi positif dari kalangan jurnalis alias wartawan. Salah satunya dari wartawan senior T. Taufiqulhadi.
Menurutnya, pendidikan politik untuk anak usia 13-19 tahun ini memang sudah selayaknya dilakukan untuk menumbuhkan rasa cinta Tanah Air dan memberikan pemahaman tentang politik secara utuh.
"Di negara seperti Australia, pendidikan politik seperti itu sudah diberitahukan sejak dini, bahkan sejak kelas dua SD," kata Taufiqulhadi kepada wartawan di Jakarta usai mengikuti program "Remaja Bernegara" batch II yang dilaksanakan pada 22 Februari 2025.
Taufiqulhadi menjelaskan, siswa SD di Australia melakukan simulasi cara memberi suara di kotak suara. Penyelenggaranya pemerintah. Dari situ dapat diketahui bahwa betapa pentingnya pendidikan politik ini, kepada anak-anak agar lebih mencintai Tanah Air dan memiliki pemahaman kuat tentang kenegaraan melalui praktik simulasi.
Mereka mampu memahami substansi dari proses yang memengaruhi segala aspek kehidupan, mulai di lingkungan keluarga, sekolah, hingga masyarakat dan negara.
Begitu pula dengan program "Remaja Bernegara" yang dilaksanakan setiap Sabtu mulai pukul 08.00 hingga 12.30 WIB di Gedung Nasdem Tower, Jalan R.P. Soeroso No.42-46 , Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat.
Para remaja, diposisikan seolah-olah menjadi anggota Parlemen. Di antara mereka juga bertindak sebagai kepala daerah dan tokoh masyarakat. Mereka melakukan simulasi rapat Parlemen. Seperti Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dihadiri kepala daerah dan masyarakat yang melapor dan berkeluh-kesah. Kemudian dilanjutkan dengan simulasi rapat pleno Parlemen.
"Mereka kemudian mengerti tentang sebuah isu di masyarakat dan bagaimana kemudian menjadi kebijakan," kata Taufiqulhadi.
Memahami bagaimana kebijakan itu akhirnya diketok sangatlah penting. Sebab, para remaja akan menyadari bahwa semua isu secara nasional bisa sampai meja para pengambil kebijakan akan terealisasi manakala orang-orang yang mereka percayakan mampu bekerja dengan baik, baik itu anggota DPR maupun kepala daerah. Inilah pendidikan politik yang sangat penting. Praktik sederhana tetapi membuat mereka menyadari bagaimana sebuah kebijakan diambil.
Ada yang sangat mengejutkan bagi Taufiqulhadi, ketika mengikuti program "Remaja Bernegara" secara langsung. Remaja-remaja yang tergolong Gen Z ini, sebuah generasi yang belum pernah mengenal kehidupan tanpa teknologi sejak lahir dan sering dipandang miring kepada mereka, ternyata sangat responsif terhadap lingkungannya.
Mereka datang membawa isu korupsi untuk didiskusikan, dan kelihatan sangat artikulatif ketika membahas isu ini. Misalnya, dalam sesi wrap up dan penutup, setelah menyebutkan sejumlah kasus korupsi dan kekerasan terhadap perempuan, termasuk kasus pembungkaman terhadap terhadap grup band Suka Tani, lantas membalikkan dengan bertanya kepada pengurus DPP NasDem "Bagaimana sikap NasDem terhadap semua masalah tersebut?".
Kemudian mereka memaparkan juga kondisi eksploitasi anak dan kekerasan terhadap perempuan. Perempuan di Indonesia, kata salah seorang peserta, belum menjadi posisi yang tepat.
"Sistem (sosial) di Indonesia masih (bersifat) patriarkhi sehingga para perempaun masih tertinggal dalam semua bidang," ungkap seorang siswi SMP, yang membuat sejumlah panitia pengarah terlihat manggut-manggut.
Mengagumkan karena tak terduga, seorang siswa yang selalu sumringah, mengingatkan agar efisiensi angggaran tidak berdampak buruk terhadap pendidikan Indonesia. Ia membandingkan dengan Singapura, sebuah negara kecil dengan perhatian terhadap pendidikan sangat tinggi.
"Saya ingin seperti Singapura yang masyarakat berpendidikan sangat baik, Indonesia harus baik pula," kata siswa SMP ini, tanpa mengurangi senyumannya sedikit pun.
Bahkan ada di antara mereka yang bersikap satiris. Dalam sesi serupa, ketika seorang panitia pengarah bertanya, jika mereka menjadi presiden kira-kira mereka akan melakukan apa? Seorang siswa SMP bermata kocak menjawab.
"Saya akan memperpanjang jabatan presiden menjadi lebih lama," yang spontan disambut gelak-tawa rekan-rekannya dengan meriah.
Tapi rata-rata mereka menjawab, jika mereka menjadi presiden, akan menghukum mati semua koruptor.
"Jadi, praktik simulasi Parlemen seperti ini belum pernah dilakukan partai lain. Partai Nasdem telah bertanggung jawab terhadap pendidikan politik anak muda. Inilah yang sangat membanggakan menurut saya," pungkas Taufiqulhadi.
Editor : Asep Juhariyono