Kisah Mang Endu, Petani Sukses Swasembada Pangan Tak Tergantung Pupuk Bersubsidi, Semua Bahan Alami

Campuran berbagai bahan alami tersebut ditambah air disimpan dalam drum pelastik kapasitas 200 liter. Setelah didiamkan selama 14 hari (2 minggu), pupuk cair hasil fermentasi bahan alami tersebut sudah bisa digunakan untuk "ngagemuk" padi.
"Beda dengan pupuk kimia (an organik) pemakaiannya secara ditabur. kalau pupuk cair ini disemprotkan," imbuh Mang Endu.
Penyemprotan pupuk cair tersebut rutin dilakukan setiap 2 minggu sekali setelah tanaman padi usia 2 minggu. Waktu penyemprotan pupuk dilakukan pada pagi hari jam 06.00 sampai jam 09.00 atau sore hari setelah Asar.
Kalau hari hujan atau mau hujan jangan semprotkan pupuk cair tersebut. Untuk lahan sawah seluas dibutuhkan 1.500 liter pupuk cair. Tanpa perlu mengeluarkan ongkos karena diracik sendiri dari bahan alami.
"Tentu beda dengan pakai pupuk kimia (pupuk an organik). Harus beli, harus keluar ongkos. Urea subsidi harganya Rp 3.000/kg. Ponska Rp 4.000/kg. 100 bata dibutuhkan 65 kg pupuk kimia. Jadi kalau pakai pupuk kimia minimal keluar uang Rp 300.000," jelasnya.
Di tengah kelangkaan dan sulit nya pupuk bersubsidi menurut Mang Endu, penggunaan pupuk organik hasil racikan sendiri menjadi solusi.
"Tidak hanya berdampak pada kelastarian lingkungan. Memakai pupuk organik buatan sendiri, akan mengurangi ketergantungan pada pupuk bersubsidi. Sekaligus membantu pemerintah mengurangi beban subsidi untuk pupuk," ujar Mang Endu optimis.
Editor : Asep Juhariyono