Para pedagang di Pasar Tradisional Banjar mengetahui akan kondisi ini. Akan tetapi mereka tidak mau bersaing dengan usaha industri yang ada.
Selain itu, pergeseran jiwa konsumtif warga Banjar lebih terkontaminasi untuk mencari kesenangan ke kota Besar bahkan sampai ada yang keluar negeri.
Dalam hari-hari libur bisa dilihat banyak pedagang atau masyarakat Banjar yang berlibur ke Kota Tasikmalaya, berbelanja, kuliner, dan nonton film.
Ketiga, peranan Pemerintah Kota Banjar dan stakeholder perlu lebih khusus dalam mengevaluasi 21 tahun terakhir ini. Mana yang belum optimal, mana yang belum tersentuh dan mana yang perlu dilakukan perubahan.
Keempat, memanfaatkan sumber yang ada sehingga menjadikan daya tarik kembali orang mau berkunjung ke Kota Banjar. Dari kondisi itu tentu tidak lepas dari aspek sosial, budaya serta kenyamanan dan terasa aman beraktivitas di Kota Banjar khususnya para investor.
Pengembangan perencanaan Kota Banjar dengan meningkatkan aktivitas tinggi dalam kurun waktu lima tahun ke depan Banjar menjadi kota tak pernah tidur bisa terwujud kembali.
"Keramaian di Banjar harus diciptakan lagi dengan mengadakan tempat-tempat hiburan, tempat kuliner dan hotel yang bisa hidup sampai larut malam," tuturnya.
Dengan konsep tersebut kehidupan kota tak pernah tidur, berangsur-angsur akan hidup kembali asalkan Pemerintah Kota Banjar mau memanfaatkannya.
"Tapi Pertanyaan saya, apakah bisa Pemerintah Kota dan masyarakat Banjar, menciptakan daya tarik kreatif untuk kota ini?" tanya dia.
Jika memang bisa tentu akan tercipta estetika kota yang Idaman (Indah, Damai, Asih Mandiri), terciptanya ground economy baru, sehingga roda ekonomi di Banjar bisa bergerak lancar.
"Kota Banjar sekarang hanya menjadi kegiatan kerja para birokrasi saja, yang mana aktivitas Banjar berangsur sepi setelah sore hari karena banyak dari pegawai pemerintah yang tinggal di luar Kota Banjar," pungkasnya.
Editor : Asep Juhariyono