Minimal di lingkungan birokrasi dan abdi negara di Ciamis. Maupun di lingkungan masyarakat Tatar Galuh Ciamis. Disbudpora Ciamis juga mempersiapkan regulasi aturan untuk kebijakan tersebut.
"Harapannya langkah yang sudah dilakukan Disbudpora ini bisa juga di adopsi di lingkungan dinas/SKPD di bawah Pemkab Ciamis," katanya.
Sebagai pengampu budaya dan tradisi, langkah yang dilakukan Disbudpora Ciamis menjadi salah satu upaya pelestarian kesundaan. Dalam jangka panjang tidak tertutup kemungkinan pemakaian iket menjadi kearifan lokal untuk murid-murid SD dan SMP yang ada di Ciamis.
"Misalnya satu hari dalam seminggu, pelajar SMP dan SD memakai iket di sekolah. Tentu terlebih dahulu kami berkoordinasi dengan dinas yang berwewenang," ungkap Dadang.
Itupun selama pengadaan iketnya menurut Dadang tidak membebani orang tua siswa. Mungkin saja bisa dari CSR atau bantuan pihak ketiga. Penggunaan iket bagi pelajar SMP dan murid SD semacam edukasi secara dini dan meluas tentang tradisi budaya Sunda. Tentu dengan langkah yang bijaksana tanpa membebani.
Sehingga penggunaan iket tidak hanya lagi pada saat ritual tradisi budaya saja seperti saat tradisi nyangku, ngikis, misalin, merlawu, nyuguh dan ritual lain.
"Tapi sudah menjadi keseharian," imbuhnya.
Editor : Asep Juhariyono
Artikel Terkait