CIAMIS, iNewsCiamisRaya.id - Kabupaten Ciamis yang sempat terkenal sebagai sentra kelapa rakyat di Jawa Barat, kini menghadapi krisis populasi pohon kelapa. Jumlah pohon kelapa di Tatar Galuh tersebut kini merosot tajam.
Prihatin dengan kondisi tersebut, baru-baru ini muncul gagasan setiap calon pengantin di Ciamis dianjurkan untuk membawa kitri (benih kelapa) saat akad nikah.
Gagasan tersebut diharapkan bisa terealisasi untuk memulihkan kembali populasi kelapa di Kabupaten Ciamis. Mengembalikan peran Ciamis sebagai sentra kelapa rakyat di Jabar yang terkenal dengan makanan tradisional galendo-nya tersebut.
“Gagasan tersebut memang muncul saat rakor tingkat kabupaten (Ciamis), awal Juli lalu,” ujar Kepala Kemenag Ciamis, H Asep Lukman Hakim S.Ag kepada iNewsCiamisRaya.id, Jumat (19/7/2024).
Gagasan untuk mengharuskan pasangan calon pengantin membawa kitri saat akad nikah tersebut sempat dilontarkan oleh Pj Bupati Ciamis, H Engkus Sutisna pada rakor tingkat Kabupaten Ciamis, di Aula Setda Ciamis, Senin (1/7/2024) lalu.
Prihatin dengan kondisi populasi kelapa di Ciamis terus merosot tajam nyaris tanpa ada peremajaan. Pohon kelapa yang sudah tua-tua dan tinggi ditebangi untuk jadi bahan bangunan. Tanpa dilakukan penanaman kembali pohon kelapa penggantinya. Juga akibat terjangan angin kencang banyak pohon kelapa yang tumbang.
Sebagai solusinya, Pj Bupati Ciamis H Engkus Sutisna, melontarkan ide, menghidupkan kembali tradisi yang mengharuskan calon pengantin membawa kitri saat akad nikah untuk ditanam. Tradisi tersebut dipopulerkan dulu oleh Bupati ke-16 Kabupaten Galuh (kini Kabupaten Ciamis) RAA Kusumadiningrat yang sohor dipanggil Kanjeng Prabu (1839-1886).
“Ide tersebut memang baru wacana. Sebagai solusi untuk mengatasi merosotnya populasi pohon kelapa di Ciamis yang dulu terkenal sebagai daerah sentra kelapa. Belum ada regulasinya, belum ada pembahasan teknisnya. Jadi belum bisa disosialisasikan ke tingkat KUA. Memang perlu tindak lanjut dari gagasan tersebut,” jelasnya.
Dalam kondisi sekarang yang serba maju menurut Asep, gagasan tersebut memang perlu dikaji manfaat dan mudoratnya. Juga perlu dikaji, bentuk teknisnya nanti di lapangan bila ide tersebut diterapkan.
“Sifatnya mungkin hanya berupa imbauan. Bukan diwajibkan. Juga bukan sebagai mahar,” ungkap Asep.
Keharusan membawa kitri bagai calon pengantin tersebut bukan suatu kewajiban. Apalagi sampai menjadi mahar seperti halnya seperangkat alat Salat.
“Gagasannya memang bagus untuk memulihkan kembali populasi pohon kelapa di Ciamis. Ciamis dulu tidak hanya terkenal dengan kelapanya, tetapi juga sohor dengan galendonya,” imbuhnya.
Editor : Asep Juhariyono
Artikel Terkait