BANJAR, iNewsCiamisRaya.id - Ketua Serikat Pekerja Sinar Baru Banjar Federasi Serikat Buruh Militan (SPSBB F SEBUMI) Irwan Herwanto membeberkan persoalan buruh di Kota Banjar, Jawa Barat.
Menurutnya, permasalahan terkait upah di Kota Banjar masih begitu menumpuk. Hal itu menunjukan bahwa kinerja pemerintah selama ini sangat buruk dan dinilai gagal dalam mensejahterakan kaum buruh.
Salah satu kegagalannya ditunjukan dari gelar upah terendah di Jawa Barat. Pemerintah Kota Banjar hingga saat ini tidak mampu menyelesaikan terkait persoalan UMK ini.
"Ini membuktikan kegagalan pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan buruh," katanya, Selasa (30/4/2024).
Sehingga, May Day 1 Mei 2024 sepatutnya dijadikan momentum untuk mendapatkan hak para buruh dan meningkatkan kesejahteraannya.
Pemerintah wajib bertanggung jawab atas kesejahteraan buruh, mengingat dengan UMK yang rendah masih banyak menimbulkan permasalahan upah yang lainnya.
Salah satu fakta derita buruh yang masih banyak ditemukan di Kota Banjar yaitu perusahaan menerapkan upah kurang dari UMK. Bahkan mereka ada yang menunggak hingga tidak membayarkannya.
Selain itu, banyak fakta-fakta dimana upah bagi pekerja yang diliburkan/dirumahkan sering bermasalah. Kemudian upah bagi pekerja yang sakit dan pekerja yang melaksanakan cuti termasuk cuti haid dan cuti hamil.
"Bagi pekerja perempuan juga banyak yang tidak dibayarkan perusahaan, serta banyak lagi permasalahan lainnya," kata dia.
Irwan mengatakan seharusnya pemerintah bisa dibantu dengan adanya lembaga kerja sama Tripartit Kota Banjar termasuk didalamnya Dewan Pengupahan Kota.
Dalam lembaga tersebut tentu terdiri dari unsur pekerja, pengusaha, pemerintah dan akademisi agar bertindak lebih serius dalam menangani masalah-masalah ketenagakerjaan.
"Bukan menjadikan permasalahan-permasalahan tersebut sebagai ladang kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan tertentu untuk mendapatkan keuntungan sendiri," ujarnya.
Kendati demikian, Irwan mengajak semua buruh memahami hal ini, mengerti dengan baik makna yang terkandung didalam peringatan May day.
Dengan antusiasme yang tinggi dan bisa terus memegang semangat perjuangan kaum buruh di masa silam untuk terus dilanjutkan hingga saat ini.
"Kenapa kita perlu memahami peringatan May day, karena kita menghargai dan menghormati perjuangan tersebut," kata Irwan.
"Tidak menjadikan peringatan May day sebagai ajang “pesta dan hura-hura” atau "lomba-lomba dengan iming-iming hadiah sesaat," sambunya.
Namun momen ini harus dijadikan spirit untuk terus berjuang memperbaiki kehidupan, bahu-membahu demi terciptanya kerja layak, upah layak dan hidup layak.
Sejarah Singkat May Day
Irwan menceritakan sejarah May Day sebagai momentum perjuangan buruh. Saat memperingatinya para buruh khususnya di Kota Banjar jangan terjebak dengan perayaan yang tak menyelesaikan masalah ketenagakerjaan.
"Bagi kaum buruh, memperingati May day tidak boleh dimaknai sebatas sebuah ceremony semata," ujar dia.
Karena secara esensi May Day mempunyai makna yang begitu mendalam, memberikan pelajaran dan semangat perjuangan yang begitu berharga.
Ini menjadi alasan obyektif kenapa hingga saat ini menjadi sebuah keharusan bagi buruh dan seluruh rakyat memperingatinya.
Sejarah telah mencatat, bagaimana kaum buruh pada saat itu (1886-1890) menggelorakan sebuah perjuangan yang begitu hebat.
Kemudian memberikan pengorbanan yang tidak pernah ternilai untuk membebaskan diri dari belenggu penindasan dan penghisapan.
Pengurangan atas jam kerja, dari 16-12 jam/hari menjadi hanya 8 jam/hari adalah kemenangan besar bagi kaum buruh, bahkan keberhasilan tersebut dapat dirasakan oleh seluruh umat manusia hingga sekarang.
Kenapa pengurangan atas jam kerja memiliki makna yang mendalam pada perjuangan kaum buruh. Sistem kapitalisme menjadikan industri menjadi salah satu penopang utama berlakunya sebuah hubungan industrial yang timpang antara buruh sebagai tenaga produktif dengan pengusaha sebagai pemilik modal.
"Jangan terjebak dengan upaya penggembosan melalui istilah buruh sebagai mitra pengusaha, faktanya dari sudut manapun pengusaha selalu berperilaku merugikan buruh," terangnya.
Dalam pandangan kaum pemilik modal, buruh dianggap sama seperti bahan baku atau bahan mentah, upah bagi kaum buruh ditentukan (baca;dibeli) di awal oleh pemilik modal.
Mereka kaum buruh tidak ditetapkan berdasarkan pembagian keuntungan dari hasil produksi. Padahal, tanpa keberadaan buruh di sebuah pabrik, mesin-mesin termasuk bahan baku yang ada tidak akan berubah menjadi barang baru, tidak pernah akan ada keuntungan disana.
Sistem tersebut mensyaratkan pencurian nilai lebih terhadap kaum buruh, semakin lama seorang buruh bekerja di pabrik, maka semakin besar keuntungan yang akan diterima oleh para pemilik modal.
"Sedangkan upah bagi kaum buruh tidak akan pernah berubah karena telah ditetapkan di awal," katanya.
Jika benar buruh sebagai mitra pengusaha, maka setiap perusahaan dan manajemennya harus lebih dahulu mengutamakan hak-hak buruh.
"Bukan justru tidak membayar upah yang layak bahkan dibawah ketentuan UMK, memotong hak lainnya hingga tidak membayar THR, atau tidak memberikan jaminan atas status kerjanya serta tidak memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan buruh dan keluarganya," ujar dia.
May day adalah peringatan bukan perayaan apalagi hanya sekedar seremonial belaka. Peringatan itu "mengingat-ingat" suatu kejadian yang akan menjadi inspirasi kita (asal muasal Kejadian/ historinya).
Contohnya sama seperti Peringatan Kemerdekaan 17 Agustus, dsb. Sedangkan Perayaan itu "Merayakan" (membesarkan/mengistimewakan) berasal dari kata Raya yang artinya Besar. Misalnya, merayakan hari Raya Idul Fitri, dan sebagainya.
"Jadi Mayday jelas bulan perlawanan dan momentum semangat perjuangan kaum buruh," kata Irwan.
Apalagi di Kota Banjar ini banyak konflik ketenagakerjaan dan itu perlu mendapatkan perhatian penuh dari semua pihak terutama pemerintah.
"Pengangguran yang kian meningkat, maraknya PHK dan peliburan sepihak, merupakan bukti minimnya pengawasan dan kurangnya ketegasan pemerintah terhadap pengusaha nakal," pungkasnya.
Editor : Asep Juhariyono
Artikel Terkait