"Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui." (QS. Al-Baqarah : 230).
Pernikahan seperti itu harus dibatalkan dan wanita yang telah ditalak tiga kali tidak halal bagi suaminya yang telah mentalaknya dengan talak tiga. Banyak ulama fiqih yang mengharamkan dan membatalkan praktik pernikahan muhallil (istri yang telah ditalak untuk menghalalkannya kembali dengannya). Di antara ulama-ulama tersebut adalah Al-Hasan Al-Basri, Ibrahim An-Nakha'i, Qatadah, Imam Malik, Al-Laits, Ats-Tsauri, Ibnu Al-Mubarak, dan Imam Asy-Syafi'i. Mereka menentang praktik ini karena dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan, martabat perempuan, dan tujuan dari hukum pernikahan dalam Islam.
4. Pernikahan orang yang sedang ihram
Sabda Rasulullah menyebutkan, "Orang yang sedang ihram tidak boleh menikahkan dan dinikahkan." (HR. Muslim). Artinya, pernikahan yang dilakukan saat sedang dalam keadaan ihram dianggap tidak sah dan batal. Dan jika seseorang tetap ingin melanjutkan pernikahannya, ia harus mengulangi akad nikah setelah menyelesaikan ibadah haji atau umrah.
5. Pernikahan dalam masa iddah
Haram hukumnya bagi wanita yang dalam masa iddah karena bercerai atau suaminya meninggal untuk menikah dengan laki-laki lain selama masa iddah tersebut. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf. Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis 'iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (QS. Al-Baqarah : 235)
6. Pernikahan tanpa adanya wali
Pernikahan yang dilakukan tanpa seizin wali atau tanpa adanya wali dari pihak wanita dianggap tidak sah dan batil karena rukun-rukunnya tidak lengkap. Seizin wali atau wali dari pihak wanita merupakan salah satu syarat sahnya pernikahan dalam Islam. Rasulullah bersabda :"Tidak ada pernikahan tanpa wali."
Editor : Asep Juhariyono