CIAMIS, iNewsCiamisRaya.id – Jauh sebelum tersohornya ketupat dan opor menjadi kuliner yang identik dengan Lebaran Idul Fitri maupun Hari Raya Kurban/Idul Adha, ada sejumlah makanan yang menjadi tradisi saat menghadapi kedua hari raya tersebut. Seperti awug merah putih, apem, papais dan peuyeum serta kue saroja.
“Tempo dulu, nenek moyang menjelang lebaran Idul Fitri maupun hari raya kurban/Idul Adha sibuk membuat makanan tradisional berupa awug merah putih, apem, papais serta kue saroja,” ujar Aif Sarifudin, budayawan Sunda dari Ciamis kepada iNewsCiamisRaya.id, Ahad (16/5/2024).
Berbagai makanan tradisional tersebut tidak hanya untuk dikonsumsi sendiri. Tetapi juga dengan menggunakan rantang diantar ke tetangga maupun sanak keluarga.
“Tradisi silih anter makanan dan saling tukar makanan yang biasanya dengan menggunakan tentengan rantang tersebut kini sudah hampir punah. Termasuk tradisi membuat awug merah putih saat menyambut Idul Fitri maupun Idul Adha juga sudah semakin langka,” jelasnya.
Berbagai makanan tradisional tersebut tergerus dengan kehadiran kue-kue modern yang marak menjelang hari raya, Lebaran khususnya. Juga semakin tenggelam dengan semakin sohornya ketupat, opor dan rendang yang menjadi sajian identik ketika Lebaran Idul Fitri maupun Hari Raya Kurban Idul Adha.
“Sampai tahun 1990-an, berbagai makanan tradisional seperti awug merah mulai menghilang tergerus zaman. Tapi tidak di Kampung Adat Kuta maupun di lingkungan pemukiman Museum Ki Sunda di Sambong Jaya Desa Mekarmukti, Cisaga, Ciamis,” jelas Aif yang juga owner sekaligus pengelola Museum Ki Sunda di Dusun Sambong Jaya Desa Mekarmukti, Cisaga, Ciamis tersebut.
Di Kampung Kuta di Desa Karangpaningal Tambaksari maupun di lingkungan Museum Ki Sunda Dusun Sambong Jaya Desa Mekarmukti, suguhan berupa awug merah putih selalu hadir saat Lebaran Idul Fitri, Idul Adha maupun acara resepsi pernikahan dan hajatan syukuran.
“Kemarin kami sudah membuat awug merah putih. Tadi siang sebagian sudah diantar ke tetangga dan sanak keluarga untuk menyambut Hari Raya Kurban. Saling antar dan saling tukar makanan pakai rantang tempatnya,” ungkapnya.
Tradisi membuat awug merah putih menjelang Hari Raya Idul Fitri maupun Idul Adha tersebut menurut Aif masih bertahan di segelintir pelosok kampung. Setidaknya di Kampung Adat Kuta Tambaksari maupun di kampung Museum Ki Sunda Cisaga.
Awug merah putih, tidak hanya sekedar makanan tradisional warisan nenek moyang . Tetapi merupakan makanan jadul yang sarat makna filosofisnya.
“Awug merah putih, adalah semangat cinta tanah air. Dulu pada zaman penjajah, nenek moyang takut dan kurang berani untuk mengibarkan bendera merah putih. Kecintaan pada tanah air tersebut dikobarkan lewat tradisi membuat awug merah putih guna menghindari kecurigaan penjajah,” imbuh Aif.
Dan kini tradisi membuat awug merah putih sudah semakin langka.
“Tapi kami di lingkungan museum sudah bikin (awug merah putih). Siap menyambut kehadiran hari raya kurban, Idul Adha,” katanya.
Editor : Asep Juhariyono
Artikel Terkait