JAKARTA, iNewsCiamisRaya.id – Berlebihan merupakan sikap yang tercela dan jika melakukan sesuatu yang berlebihan pastinya akan menghasilkan sesuatu yang kurang baik. Demikian juga halnya dengan beribadah. Sebab Allah Subhanahu wa ta'ala tidak menyukai segala sesuatu yang melampaui. Mengapa demikian?
Dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam kitab 'Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari' bahwa Islam dengan tegas melarang hambanya berlebihan dalam ibadah. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dari hadis Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam yang pernah menegur sahabat Abdullah bin Amru yang berlebihan dalam beribadah , ia selalu shalat sepanjang malam, puasa sepanjang tahun dan mengkhatamkan Al-Qur'an sepanjang malam.
Dari Abdullah bin ‘Amru, dia berkata; “Rasulullah SAW menemuiku, lalu beliau bersabda: “Aku memperoleh berita bahwa kamu bangun di malam hari dan berpuasa di siang hari, benarkah itu?” Aku menjawab; “Benar.” Beliau bersabda, “Jangan berlaku demikian, bangun dan tidurlah, puasa dan berbukalah, sesungguhnya tubuhmu memiliki hak atasmu, sesungguhnya matamu memiliki hak atasmu, tamumu memiliki hak atasmu, dan istrimu memiliki hak atasmu. (HR. Bukhari)
Dari hadis ini, dengan jelas Nabi menyebutkan bahwa hak istri, keluarga, tamu dan tubuh wajib diberikan haknya masing-masing. Karena demikianlah apa yang dilakukan Rasulullah. Beliau beribadah tapi tidak menelantarkan istri, keluarga dan umatnya. Mengapa tidak boleh berlebihan? Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, bersabda:
أَنَّ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّ الْحَوْلَاءَ بِنْتَ تُوَيْتِ بْنِ حَبِيبِ بْنِ أَسَدِ بْنِ عَبْدِ الْعُزَّى مَرَّتْ بِهَا وَعِنْدَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ هَذِهِ الْحَوْلَاءُ بِنْتُ تُوَيْتٍ وَزَعَمُوا أَنَّهَا لَا تَنَامُ اللَّيْلَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَنَامُ اللَّيْلَ خُذُوا مِنْ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَوَاللَّهِ لَا يَسْأَمُ اللَّهُ حَتَّى تَسْأَمُوا
Sesungguhnya Aisyah istri Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengabarkan tentang Al Haula`a binti Tuwait bin Habib bin Asad bin Abdul ‘Uzza ketika ia melewatinya, sementara di sisinya ada Rasulullah. Aisyah pun berkata, “Perempuan ini adalah Al Haula` binti Tuwait, orang-orang menganggap bahwa ia tidak pernah tidur malam.” Maka Rasulullah bersabda, “Benarkan ia tidak tidur malam? Hendaklah kalian beramal sesuai dengan kemampuan kalian, karena demi Allah, Allah tidak akan bosan hingga kalian sendiri yang bosan.” (HR. Bukhari & Muslim)
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menerangkan maksudnya adalah Allah tidak akan bosan dan berhenti memberikan pahala atas ibadah yang kita lakukan. Namun pada umumnya manusia yang lebih dahulu bosan beribadah padanya kemudian berpaling.
Karena itu agar tidak mudah bosan Rasulullah menganjurkan beribadah sesuai kemampuan, namun yang terpenting adalah dilakukan secara rutin dan terus-menerus. Allah menyukai ibadah yang dilakukan dengan istiqamah karenanya ibadah yang paling besar pahalanya adalah ibadah yang istiqamah.
Mengamalkan dengan Sederhana
Setiap muslim memang wajib bersemangat dalam melaksanakan ibadah, namun jangan sampai hal tersebut menjadi berlebihan, karena Allah Ta'ala tidak menyukai sesuatu yang berlebihan ataupun melampaui batas. Namun, kita pun dianjurkan untuk melaksanakan sesuatu dengan sederhana termasuk dalam beribadah ini. Karena sederhana dalam ibadah tetap lebih baik.
Dikutip dari beberapa sumber, berikut beberapa hadis Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, yang menjelaskan kenapa alasan sederhana dalam ibadah tetap lebih baik:
1. Shalat malam dalam keadaan mengantuk
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ يُصَلِّى فَلْيَرْقُدْ حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ النَّوْمُ ، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا صَلَّى وَهُوَ نَاعِسٌ لاَ يَدْرِى لَعَلَّهُ يَسْتَغْفِرُ فَيَسُبَّ نَفْسَهُ
“Jika salah seorang di antara kalian dalam keadaan mengantuk dalam shalatnya, hendaklah ia tidur terlebih dahulu hingga hilang ngantuknya. Karena jika salah seorang di antara kalian tetap shalat, sedangkan ia dalam keadaan mengantuk, ia tidak akan tahu, mungkin ia bermaksud meminta ampun tetapi ternyata ia malah mencela dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ibnu Hajar memberikan faedah untuk hadis di atas, “Hadis di atas menuntun kita untuk khusyu’ dalam shalat dan menghadirkan hati ketika melakukan ibadah. Hadits tersebut juga mengajarkan untuk menjauhi setiap yang dimakruhkan dalam shalat. Juga bolehnya berdoa dengan doa apa pun tanpa mesti mengkhususkan dengan doa tertentu.” (Fath Al-Bari, 1:315)
2. Lebih baik berubah sedikit demi sedikit
Dari Hanzhalah Al-Usayyidiy, ia berkata, “Abu Bakar pernah menemuiku, lalu ia berkata padaku, “Bagaimana keadaanmu wahai Hanzhalah?” Aku menjawab, “Hanzhalah kini telah jadi munafik.” Abu Bakar berkata, “Subhanallah, apa yang engkau katakan?” Aku menjawab, “Kami jika berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami teringat neraka dan surga sampai-sampai kami seperti melihatnya di hadapan kami. Namun ketika kami keluar dari majelis Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kami bergaul dengan istri dan anak-anak kami, sibuk dengan berbagai urusan, kami pun jadi banyak lupa.” Abu Bakar pun menjawab, “Kami pun begitu.”
Kemudian aku dan Abu Bakar pergi menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, jika kami berada di sisimu, kami akan selalu teringat pada neraka dan surga sampai-sampai seolah-olah surga dan neraka itu benar-benar nyata di depan kami. Namun jika kami meninggalkan majelismu, maka kami tersibukkan dengan istri, anak dan pekerjaan kami, sehingga kami pun banyak lupa.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda, “Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya. Seandainya kalian mau kontinu dalam beramal sebagaimana keadaan kalian ketika berada di sisiku dan kalian terus mengingat-ingatnya, maka niscaya para malaikat akan menjabat tangan kalian di tempat tidurmu dan di jalan. Namun Hanzhalah, lakukanlah sesaat demi sesaat.” Beliau mengulanginya sampai tiga kali. (HR. Muslim).
3. Terlalu memanjangkan surat dalam shalat, membuat jamaah lari
Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata,
صَلَّى مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ الأَنْصَارِىُّ لأَصْحَابِهِ الْعِشَاءَ فَطَوَّلَ عَلَيْهِمْ فَانْصَرَفَ رَجُلٌ مِنَّا فَصَلَّى فَأُخْبِرَ مُعَاذٌ عَنْهُ فَقَالَ إِنَّهُ مُنَافِقٌ. فَلَمَّا بَلَغَ ذَلِكَ الرَّجُلَ دَخَلَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَخْبَرَهُ مَا قَالَ مُعَاذٌ فَقَالَ لَهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « أَتُرِيدُ أَنْ تَكُونَ فَتَّانًا يَا مُعَاذُ إِذَا أَمَمْتَ النَّاسَ فَاقْرَأْ بِالشَّمْسِ وَضُحَاهَا. وَسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى. وَاقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ. وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى»
“Mu’adz bin Jabal Al-Anshari pernah memimpin shalat Isya. Ia pun memperpanjang bacaannya. Lantas ada seseorang di antara kami yang sengaja keluar dari jama’ah. Ia pun shalat sendirian. Mu’adz pun dikabarkan tentang keadaan orang tersebut. Mu’adz pun menyebutnya sebagai seorang munafik. Orang itu pun mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengabarkan pada beliau apa yang dikatakan oleh Mu’adz padanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menasehati Mu’adz, “Apakah engkau ingin membuat orang lari dari agama, wahai Mu’adz? Jika engkau mengimami orang-orang, bacalah surat Asy-Syams, Adh-Dhuha, Al-A’laa, Al-‘Alaq, atau Al-Lail.” (HR. Muslim)
Imam Nawawi menjelaskan bahwa hadis tersebut tetap menunjukkan adanya pengingkaran terhadap suatu yang dilarang. Walau yang dilanggar adalah suatu yang makruh, bukan suatu yang haram. Hadis tersebut berisi pula penjelasan bolehnya mengingatkan orang lain dengan kata-kata.
Wallahu A'lam
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews dengan judul " Larangan Beribadah Secara Berlebihan "
Editor : Asep Juhariyono
Artikel Terkait