TASIKMALAYA, iNewsCiamisRaya.id – Sovi M. Shofiyuddin dari Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Kota Tasikmalaya, yang merupakan kuasa hukum pertama empat terdakwa kasus penganiayaan hingga pembacokan di Jalan Mayor SL Tobing, Kota Tasikmalaya, menegaskan bahwa pendampingan hukum telah diberikan sejak awal proses penyidikan.
Dalam pernyataannya pada Minggu (2/2/2025), Sovi menjelaskan bahwa ia telah mendampingi para terdakwa sejak tahap pemeriksaan di kepolisian hingga proses pelimpahan ke kejaksaan.
“Kami sudah hadir sejak awal, mendampingi mereka dalam pemeriksaan, berkomunikasi dengan para terdakwa serta keluarganya, dan memberikan bantuan hukum yang diperlukan,” ujarnya.
Sovi juga menegaskan bahwa keluarga terdakwa turut dilibatkan dalam pendampingan hukum. “Saat di kepolisian, saya sempat bertemu dengan beberapa orang tua terdakwa. Bahkan, saya memberikan nomor telepon saya kepada salah satu dari mereka untuk mempermudah komunikasi," ungkapnya.
Namun, perannya sebagai kuasa hukum berakhir sebelum kasus ini memasuki tahap persidangan. Setelah tim kuasa hukum terdakwa berganti, terjadi perubahan keterangan dari para terdakwa yang tiba-tiba tidak lagi mengakui perbuatan mereka.
Kasus ini semakin menyita perhatian publik setelah muncul dugaan salah tangkap, terutama setelah pergantian tim kuasa hukum para terdakwa. Anggota DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, turut menyoroti kasus ini dan mengawal proses hukum yang berjalan.
Rieke menilai bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tasikmalaya belum mempertimbangkan seluruh bukti secara menyeluruh.
“Kami meminta Komisi Yudisial untuk memeriksa Majelis Hakim atas dugaan pelanggaran etik dalam proses peradilan terhadap anak-anak yang menjadi terdakwa," tegas Rieke dalam pertemuan dengan Komisi III DPR RI pada Kamis (30/1/2025).
Ia bahkan membandingkan kasus ini dengan kasus Vina Cirebon yang sempat viral karena dugaan salah tangkap, berharap kejadian serupa tidak kembali terulang.
Tim kuasa hukum baru dari para terdakwa berencana mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung serta mempertanyakan alasan penempatan terdakwa di LPKS Pangandaran, bukan di LPKA Bandung.
Sementara itu, korban Muhammad Taufik tetap bersikeras bahwa para terdakwa yang ditangkap memang merupakan pelaku yang menyerangnya.
“Saya melihat wajah mereka dengan jelas, tanpa masker, saat kejadian. Tidak ada yang salah dalam penangkapan ini,” tegas Taufik.
Kasus ini masih terus bergulir dan menjadi perhatian berbagai pihak, baik dari segi hukum maupun sosial. Publik menantikan langkah lanjutan dari proses hukum ini, termasuk keputusan banding yang akan diajukan oleh pihak terdakwa.
Editor : Asep Juhariyono