BANJAR, iNewsCiamisRaya.id – Informasi Kota Banjar menjadi daerah termiskin di Jawa Barat ramai dibicarakan publik. Kabar tersebut juga beredar di berbagai platform media sosial dalam sebuah video.
Dalam video yang beredar dicantumkan narasi bahwa Kota Banjar adalah daerah termiskin di Jawa Barat. Mulanya narasi video itu menyinggung tentang ekonomi di Provinsi Jawa Barat.
Disebutkan, meski perekonomian di Jawa Barat terbesar di Indonesia, namun pada kenyataanya tidak semua wilayah memiliki kemajuan dan ekonomi yang merata, salah satunya Kota Banjar.
Video itu menyebutkan bahwa Kota Banjar merupakan salah satu kabupaten/kota dengan peringkat termiskin di Jawa Barat. Kemiskinan yang terjadi di daerah dengan luas 131 km2 ini menempati peringkat pertama.
Kondisi tersebut disebutkan dari penilaian rendahnya produk domestik regional bruto (PDRB) yang terbentuk pada tahun 2024. PDRB Kota Banjar sendiri di tahun ini sebesar Rp3.679,08 miliar.
BPS Kota Banjar Sebut Informasi itu Tidak Relevan
Mendapat kabar tersebut, Statistisi Ahli Muda Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Banjar, Irma Setiawati menampik kabar yang menyebutkan Banjar sebagai Kota termiskin di Jawa Barat.
Menurutnya, informasi tersebut tak relevan karena angka kemiskinan itu tidak bisa ditentukan dengan PDRB. Irma menjelaskan bahwa produk domestik regional bruto adalah jumlah nilai tambah dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu.
Irma menyebutkan bahwa perangkat data ekonomi salah satunya adalah PDRB, dan itu dapat digunakan untuk melakukan evaluasi kinerja pembangunan ekonomi pada suatu daerah atau wilayah.
Kemudian, PDRB dapat dihitung berdasarkan pendekatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran. Produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya.
"Jadi kalau dilihat dari angka PDRB saja itu tidak relevan dijadikan penentu angka kemiskinan suatu daerah. Karena sumber data dan metodologi serta tujuannya juga berbeda," kata Irma, Selasa (10/9/2024).
Berdasarkan data BPS Kota Banjar, PDRB yang terbentuk di tahun 2023 berdasarkan harga yang berlaku yaitu sebesar Rp5.246, 65 miliar dengan pertumbuhan ekonomi 4,63 persen.
Sementara, PDRB yang terbentuk dilihat dari harga konstan pada tahun 2023 sebesar Rp Rp3.679,08 miliar. Irma mengatakan perekonomian di Banjar sendiri dilihat dari data tersebut merupakan perekonomian yang terkecil di Provinsi Jawa Barat.
“Mengenai data, baru sampai tahun 2023, kalau tahun 2024 kan masih berjalan," kata dia.
Banjar Bukan Kota Termiskin di Jabar
Berdasarkan data yang dimiliki BPS Kota Banjar, Kota Banjar bukan kota dengan jumlah angka termiskin tertinggi di Jawa Barat. Jumlah angka kemiskinan di Banjar pada 2023 sebesar 6,14 persen dari jumlah penduduk yang ada.
"Angka kemiskinan di Kota Banjar saja pada tahun 2023 itu mengalami penurunan dibanding 2022 yang saat itu 6,73 persen. Tahun 2024 angka kemiskinan di Banjar 6,14 persen," kata Irma.
Kepala Bappelitbanda Kota Banjar, Andi Bastian menambahkan data kemiskinan yang ramai di perbincangkan itu tidak sesuai.
"Dari data BPS, angka kemiskinan di Kota Banjar pada tahun 2023 sebesar 6,14 persen atau 11.660 jiwa," ujarnya.
Bahkan, menurut Andi mengatakan Kota Banjar justru masuk dengan kategori 5 besar kabupaten/kota dengan jumlah penduduk miskin paling sedikit di Jawa Barat.
“Kabar itu tidak benar. Angka kemiskinan kita 6,14 persen. Berdasarkan data BPS justru Kota Banjar masuk 5 besar kabupaten/kota yang angka kemiskinannya paling sedikit di Jawa Barat,” jelasnya.
Andi Bastian mengatakan berdasarkan data BPS untuk PDRB yang terbentuk pada tahun 2023. Kota Banjar memang nilainya paling kecil di Jawa Barat. Hal itu karena luas wilayahnya juga yang paling kecil.
Kendati demikian, Andi menegaskan bahwa PDRB itu tidak ada hubungannya dengan angka kemiskinan. PDRB merupakan gambaran pendapatan ekonomi suatu daerah.
"Jadi harus diketahui bersama bahwa PDRB itu tidak bisa digambarkan dengan angka kemiskinan suatu daerah. Itu hanya menggambarkan pendapatan ekonomi suatu daerah saja," pungkasnya.
Editor : Asep Juhariyono