BANJAR, iNewsCiamisRaya.id - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Banjar, Jawa Barat buka suara soal isu kepala desa di daerahnya boleh mendukung pasangan calon di Pilkada 2024.
Diketahui pernyataan tersebut disampaikan oleh Pj Wali Kota Banjar, Ida Wahida Hidayati saat pengukuhan perpanjangan jabatan kepala desa dan BPD di Banjar.
Ketua GMNI Kota Banjar, Kresty Amelania Putri menilai bahwa hal tersebut akan berdampak negatif. Menurutnya selain dapat menyebabkan kegaduhan di tengah masyarakat, sikap cawe-cawe ini dinilai berbahaya.
"Cawe-Cawe dapat menimbulkan bahaya kemana-mana. Bukan dapat menimbulkan ketidaknetralan melainkan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik," katanya, Selasa (25/6/2024).
"Kemudian memperlemahnya legitimasi pemerintah, serta dapat menimbulkan konflik sosial," sambungnya.
Sejatinya, baik pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang akan mengatur berbagai aspek kehidupan.
"Kemudian diyakini akan berkontribusi bagi penguatan demokrasi Indonesia," kata dia.
Salah satu kontribusi pemilihan kepala daerah terhadap penguatan demokrasi adalah meningkatkan akuntabilitas pemimpin daerah.
Akuntabilitas pemimpin penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil sesuai dengan kepentingan publik dan tidak hanya menguntungkan segelintir kelompok.
Adapun pernyataan yang dilontarkan Ida Wahida Hidayati selaku Pj Wali Kota Banjar dipandang telah melemahkan prinsip-prinsip demokrasi.
Selain itu, pernyataan tersebut juga jelas bertentangan dengan perundang-undangan dan peraturan-peraturan terkaitnya.
Jika memang yang dimaksudkan adalah keberpihakan kepala desa terhadap salah satu pasangan calon hanya sebatas dalam memilih tentu tidak masalah.
Namun yang dikhawatirkan pernyataan Pj Wali Kota ini dianggap lain oleh publik. Bisa saja dinilai sebuah restu atau jalan untuk cawe-cawe dengan adanya keterlibatan kepala desa atau unsur pemerintahan lainnya.
"Dengan penganggapan yang salah tentu akan turut serta dalam mempengaruhi pilihan masyarakat hingga pelaksanaan pemenangan dan kampanye," ujar dia.
Pemilihan Umum maupun Pemilihan Kepala Daerah haruslah bebas dari intervensi kekuasaan manapun. Maka dari itu, bagi para kepala desa hingga kalangan pejabat, jangan coba untuk cawe-cawe saat masa kampanye Pemilu 2024 berlangsung.
"Aturannya tegas, bagi setiap pelaku sudah menanti hukuman berat. Sanksi bagi pelanggaran kampanye, telah disebutkan dengan jelas pada UU No 7 tahun 2017," kata Kresty.
Pada Pasal 490 telah berbunyi bahwa setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Kemudian pada pasal 547 UU 7/2017 berisi bahwa setiap pejabat negara yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah)".
"Kami meminta Penjabat Wali Kota mengklarifikasi dan mencabut pernyataan tersebut, mendukung penyelenggara pemilu dalam hal ini Bawaslu untuk senantiasa awas dan bertindak tegas terhadap adanya potensi-potensi pelanggaran," ucapnya.
"Kemudian mengajak masyarakat untuk turut mengawasi keberlangsungan Pilkada di Kota Banjar agar dihasilkan pemimpin daerah yang sesuai dengan harapan masyarakat," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Pj Wali Kota Banjar Ida Hidayati memberikan pernyataan bahwa kepala desa di daerahnya boleh mendukung salah satu pasangan calon di Pilkada 2024.
Editor : Asep Juhariyono