JAKARTA, iNewsCiamisRaya.id – Kereta keramat Singa Barong adalah salah satu peninggalan milik Keraton Kasepuhan Cirebon yang sangat bersejarah dan fenomenal. Zaman dahulu kala, kereta tersebut digunakan saat kirab malam 1 Muharam dan pelantikan sultan.
Kereta Singa Barong merupakan salah satu ikon budaya Cirebon yang menyimpan kebanggaan di balik pembuatannya.
Pangeran Losari lah yang membuat kereta tersebut pada abad ke 15 masehi. Disebut-sebut pada masanya, Kereta Singa Barong ini memiliki teknologi canggih. Bahkan hingga kini ada yang terpakai dan sering diarak keliling Kota Cirebon dalam sebuah kirab budaya.
Asal nama Kereta Singa Barong berasal dari kata ‘Singarani’ yang artinya ‘memberi nama’ dan ‘Barong’ berarti ‘bebarengan atau bersama-sama’. Jadi, Singa Barong setidaknya berarti memberi nama sama-sama.
Dibuat sekitar abad ke-15, kereta ini menjadi kebanggaan karena dibuat oleh penduduk lokal Cirebon. Kereta ini menggambarkan tiga makhluk yakni gajah, burung (garuda), dan naga.
Lapisan serbuk emas dan intan pada tubuh kereta membuat kereta akan terlihat lebih indah saat terkena matahari. Kereta kencana singa barong memiliki 4 roda, terdiri dari dua roda bagian depan berukuran lebih kecil dari roda di belakang.
Roda tersebut pada masa sekarang akrab disebut dengan velg racing. Fungsi roda tersebut untuk membuang bobot kereta agar tidak terlalu berat. Fungsi 4 roda dengan ukuran berbeda agar kereta bisa berputar 90 derajat sehingga mudah untuk dibelokkan.
Tidak hanya itu, saat ada angin, sayap akan bergerak ke dalam, sehingga orang yang ada di dalam kereta kencana kepanasan. Penutup pada bagian atas kereta kencana juga bisa dibuka, disesuaikan dengan keinginan sultan.
Bahkan di bagian belakang dilengkapi dengan bagasi. Konon semua mobil canggih buatan Eropa mengadopsi teknologi yang ada di Kereta Singa Barong.
Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat mengatakan hampir semua kereta di keraton-keraton Indonesia merupakan buatan Eropa. Berbeda dengan Kereta Singa Barong yang dibuat oleh cicit Sunan Gunung Jati.
Cicitnya itu yakni Panembahan Losari dan ahli ukirnya berasal dari Kaliwulu, Kabupaten Cirebon, pada abad ke-15. Arief merinci, burung menggambarkan budaya Timur Tengah dalam hal ini agama Islam; Gajah menggambarkan India atau Hindu.
Kemudian Naga menggambarkan Tiongkok atau Buddha. Dengan kata lain, kereta yang ditarik oleh empat kerbau putih atau kebo bule ini menggambarkan adanya tiga budaya dari tiga agama dan bangsa yang berbeda.
Konon, lambang negara Indonesia berupa Garuda Pancasila, salah satunya mengambil nilai kearifan lokal dari gambaran Singa Barong tersebut.
”Secara khusus, ini menggambarkan bagaimana bentuk masyarakat Cirebon yang berasal dari beragam bangsa dan agama. Macam-macam budaya itu muncul sebagai efek dari perdagangan luar negeri yang pernah berlangsung di Cirebon dulu,” jelasnya.
Kereta Singa Barong memiliki trisula di belalai yang menjadi lambang ketajaman cipta, rasa, dan karsa manusia.
Ukiran pada Kereta Singa Barong cukup indah. Di belakang Kereta Singa Barong, menempel pada dinding, adalah tombak berbendera kuning yang disebut Blandrang, yang dibawa prajurit Panyutran sebagai barisan kehormatan.
Ukiran pada bagian belakang Kereta Singa Barong berbentuk menyerupai gumpalan-gumpalan awan hijau dengan ornamen keemasan di dalamnya.
Dikutip dari disbudparporakabcirebon.blogspot.co.id, Kereta Singa Barong telah mengenal suspensi dengan menyusun per (pegas) lempengan besi yang dilapisi karet-karet pada empat rodanya.
Dengan teknologi suspensi ini, selain terasa empuk, badan kereta juga bisa bergoyang-goyang ke belakang dan ke depan. Bergoyangnya tubuh kereta ini bisa membuat sayap kereta bergerak-gerak dan nampak seperti terbang.
Kereta Singa Barong biasanya dikeluarkan pada saat kirab 1 Muharam dan Pelantikan Sultan. Sejak tahun 1945, Kereta Singa Barong yang asli tidak dikeluarkan lagi pada saat kirab, setelah dibuat replikanya.
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews dengan judul "Kisah Singa Barong, Kereta Keramat Peninggalan Kesultanan Cirebon"
Editor : Asep Juhariyono