JAKARTA, iNewsCiamisRaya.id – Inilah kisah ulama Rufai bin Mihraan berjuluk Abu al-Aliyah, penghafal Al-Quran dan muhadditsin (ahli hadis). Beliau termasuk dalam tabi’in yang paling tahu tentang Kitabullah, paling paham terhadap hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, paling banyak kadar pemahamannya terhadap Alquran al-Aziz dan paling mendalami maksud dan rahasia yang terkandung di dalamnya.
Buku karya Dr Abdurrahman Ra’at Basya yang berjudul “Mereka adalah Para Tabi’in”, mengungkap sejarah hidup Abu Al-‘Aliyah penuh dengan sikap teladan dan kemuliaan, melimpah dengan nasihat dan pelajaran yang berharga.
Lahir di Persia, Rufai bin Mihraan, tumbuh besar di negara tersebut. Rufai termasuk salah satu pemuda yang jatuh ke tangan kaum muslimin yang penyayang, pada saat kaum muslimin masuk ke negeri Persia untuk mengeluarkan penduduknya dari kegelapan menuju cahaya. Kemudian Rufai dibawa ke pangkuan mereka yang sarat dengan kebaikan dan kemuliaan.
Kemudian beberapa saat dia dan juga yang lain memperhatikan keluhuran Islam, lalu membandingkan dengan apa yang mereka anut sebagai penyembah berhala, akhirnya mereka masuk ke dalam agama Allah dengan berbondong-bondong. Kemudian mereka mulai mempelajari Kitabullah, mereka pun haus akan hadis-hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tawanan
Rufai bercerita tentang apa yang beliau alami:
Aku dan beberapa orang dari kaumku menjadi tawanan mujahidin, kemudian kami menjadi budak bagi sekelompok kaum muslimin di Bashrah. Tidak berapa lama kemudian akhirnya kami beriman kepada Allah dan tertarik untuk menghafalkan Kitabullah.
Di antara kami ada yang menebus dirinya kepada majikannya dan ada yang tetap berkhidmat kepada majikannya.
Saya adalah salah satu di antara mereka. Pada mulanya kami mengkhatamkan Al-Quran setiap malam sekali, namun hal itu sangat memberatkan kami. Lalu kami sepakati untuk mengkhatamkan dua malam sekali, namun itu masih terasa berat.
Kemudian kami sepakat mengkhatamkan Al-Quran tiga hari sekali, namun masih berat juga kami rasakan karena harus banyak bekerja siang harinya dan begadang di malam harinya. Kemudian kami menemui sebagian sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengeluhkan keadaan kami yang harus begadang semalam untuk tilawah Kitabullah.
Mereka berkata, “Khatamkan setiap Jumat sekali.”
Maka kami pun mengerjakan apa yang mereka sarankan. Kami membaca Al-Quran pada sebagian malam dan bisa tidur sebagian malam dan setelah itu kami tidak merasakan keberatan.
Editor : Asep Juhariyono