CIAMIS, CiamisRaya.iNews.id - Kenaikan harga kelapa tak terkendali sejak awal puasa, bulan Maret lalu berdampak mematikan bagi kelangsungan usaha pengrajin galendo, makanan khas tradisi di Ciamis.
Sudah sebulan ini nyaris tidak ada perajin galendo di Ciamis yang bertahan. Termasuk usaha produksi galendo Mang Endut, rajanya galendo di Ciamis.
"Produksi terakhir tanggal 27 Maret lalu. Tiga hari sebelum lebaran. Berarti sudah sebulan tidak produksi galendo. Harga kelapa sudah tidak masuk akal, sudah sangat mahal," keluh Mang Endut Rohendi (72) kepada CiamisRaya.iNews.id Senin (27/4/2025).
Dalam kondisi normal menurut Mang Endut, pabrik galendonya di Lingkungan Cilame Kelurahan Ciamis membutuhkan 700 butir kelapa perhari untuk memproduksi galendo, minyak kletik (minyak kelapa) dan VCO (virgin coconut oil).
Butir kelapa dengan kualitas khusus untuk pembuatan galendo tersebut diperoleh dari petani maupun penampung kelapa di daerah sekitar Ciamis kota hingga Banjarsari.
Namun memasuki awal bulan puasa, awal Maret lalu, harga kelapa mendadak naik dari kisaran Rp 2.000 sampai Rp 2.500/butir naik jadi Rp 4.800/butir.
Harga kelapa butiran terus bergerak naik sampai tingkat harga Rp 9.000/butir beberapa hari menjelang lebaran. Mang Endut mulai kelabakan, tidak hanya harga, kelapanya sendiri sulit diperoleh.
Untuk menghadapi lebaran, saatnya marema, Mang Endut memaksakan diri. Tetap produksi, namun kapasitasnya turun drastis.
Dalam kondisi normal biasanya Mang Endut mempersiap stok galendo mencapai 1,5 ton sampai 2 ton berbagai jenis dan varian galendo. Baik yang ori rasa asli maupun galendo kekinian.
Namun menghadapi lebaran lalu, menurut Mang Endut, stok lebaran hanya 500 kg untuk memasuk saung galendonya di Cijantung Jalan Raya Ciamis-Banjar Km 3 dan di Cilame.
"Itu sudah habis total. Sekarang sudah tidak ada sama sekali galendo. Di saung galendo sudah tidak ada galendo. Tapi toko tetap jalan, hanya tersedia berbagai oleh-oleh khas Ciamis lainnya. Cuma itu tadi, tak ada galendonya," ungkapnya.
Karena sudah tidak tersedia galendo, menurut Mang Endut, pengunjung Saung Galendo nya di Cijantung sisi jalan nasional jalur selatan tersebut menurut drastis.
Dalam ķondisi normal, setiap hari Minggu week end, rata-rata 60 bus mampir terutama rombongan wisatawan yang pulang melancong dari Pantai Pangandaran untuk membeli oleh-oleh khas Ciamis, galendo.
"Sekarang paling hanya 12 bus yang mampir tiap hari Minggu. Itupun banyak yang batal belanja karena tidak ada galendonya," kata Mang Endut.
Dampak dari naik membubungnya harga kelapa tersebut, tidak hanya Mang Endut yang berhenti produksi. Termasuk 3 perajin galendo yang selama ini menjadi mitranya yang selalu setia memproduksi makan khas Ciamis warisan tradisi leluhur tersebut.
Empat tungku yang ada di pabrik galendo Mang Endut, rajanya galendo Ciamis tersebut sudah sebulan ini dingin. Tak ada api menyala, memasak santan menjadi galendo (sari pati olahan santan) dan minyak kletik.
12 orang pekerja pun terpaksa di rumah.
"Doain kami akan produksi kembali lagi kalau harga kelapa sudah normal. Sudah turun kembali ke sedia kala," ujar Mang Endut yang sudah mengeluti usaha pembuatan galendo sejak tahun 1980-an tersebut.
Menurut Mang Endut kalau harga kelapa masih Rp 5.500/butir masih memungkinkan untuk produksi.
"Makanya saat harga sudah mencapai ,Rp 9.000/butir kami memilih berhenti produksi. Apalagi sekarang, katanya sudah di atas Rp 12.000/butir," imbuhnya.
Dampak naik melejitnya harga kelapa, tak hanya membuat usaha perajin galendo di Ciamis mati suri, bahkan terancam punah bila harga kelapa tak kunjung turun.
Namun sejumlah rumah makan padang di Ciamis juga terdampak. RM Padang yang identik dengan menunya berbahan santan.
"Gimana tidak terdampak, waktu normal harga santan siap pakai hanya Rp 15.000/kg. Memasuki bulan puasa naik terus, hari ini sudah tembus Rp 40.000/kg. Itupun karena pelanggan," ujar Buyung, pemilik sebuah rumah makan padang di wilayah Kertasari Ciamis.
Editor : Asep Juhariyono
Artikel Terkait